Jumat, 18 November 2016



TUGAS ISD : PEMUDA DAN SOSIALISASI
NAMA : IRESTHIA BALGISTHA
NPM : 13116575
KELAS : 1 KA 26

PEMUDA DAN SOSIALISASI

1.    INTERNALISASI BELAJAR DAN SPESIALISASI
Masa remaja adalah masa transisi dan secara psikologis sangat problematis. Masa ini memungkinkan mereka berada dalam anomi (keadaan tanpa norma atau hokum RED) akibat kontradiksi norma maupun orientasi mendua. Dalam keadaan demikian, seringkali muncul perilaku penyimpangan atau cenderung melakukan pelanggaran. Kondisi ini juga memungkinkan mereka menjadi sasaran pengaruh media massa. Anomi, menurut Enoch Markum, muncul akibat keanekaragaman dan kekaburan norma. Misalnya norma A yang ditanamkan dalam keluarga, sangat bertentangan dengan norma B yang ia saksikan di luar lingkungan keluarga.
Sedangkan orientasi mendua, menurut Dr. Male, adalah orientasi yang bertumpu pada harapan orang tua, masyarakat dan bangsa yang sering bertentangan dengan keterikatan serta loyalitas terhadap peer(teman sebaya), apakah itu di lingkungan belajar (sekolah) atau luar sekolah. Demikian mereka adalah kelompok potensial yang mudah dipengaruhi mediamassa, apapun bentuknya. Keadaan bimbang akibat orientasi mendua, menurut Dr. malo juga menyebabkan remaja nekad melakukan tindakan bunuh diri. Mengutip hasil penelitian Dr. Prayitno mengenai percobaan bunuh diri di Jakarta dalam hubungannya dengan diagnosis psikiatris dan factor social kultural terhadap 1337 kasus percobaan bunuh diri diketahui 5,6 persen remaja mencoba bunuh diri dalam kurun waktu tersebut, bila di jumlah dengan kategori 16-20 tahun jumlahnya menjadi 40 persen. Hal ini antara lain akibat pertentangan nilai antara pergroup dengan pola asuh dan metode pendidikan, tambah Dr. malo. Untuk mengatasi hal ini Dr. Malo mengemukakan beberapa alternatif jalan keluar yang diambil harus memperhitungkan peranan peer group. Sementara Enoch Markum berpendapat, agar orang dewasa tidak selalu menganggap setiap youth culture adalah counter culture. Remaja harus diberi kesempatan berkembang dan berargumentasi. “Tidak semua yang termasuk dalam youth culture jelek”, tambahnya. Enoch Markum juga melihat perbedaan yang berarti, antara remaja dulu dan sekarang, disebabkan munculnya fungsi-fungsi baru dalam masyarakat yang dulu tidak ada. Ia hanya menawarkan 2 alternatif pemecah masalah. Pertama mengaktifkan kembali fungsi keluarga, dan kembali pada pendidikan agama karena hanya agama yang bias memberikan pegangan yang mantap. Kedua menegakkan hukum akan berpengaruh besar bagi remaja dalam proses pengukuhan identitas dirinya.
Dengan demikian, kesan semakin permisifnya masyarakat juga tercermin pada isi media yang beredar. Sementara masa remaja yang merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, ditandai beberapa ciri yaitu, pertama keinginan memenuhi dan menyatakan identitas diri, kedua kemampuan melepas diri dari ketergantungan orangtua, ketiga kebutuhan memperoleh akseptabilitas ditengah sesama remaja. Ciri-ciri ini menyebabkan kecenderungan remaja melahap begitu saja arus informasi serasi dengan selera dan keinginan mereka. Perlunya membekali remaja dengan keterampilan berinformasi yang mencakup kemampuan menemukan, memilih, menggunakan dan mengevaluasi informasi. Pemecah lainnya adalah bimbingan orangtua dalam mengkonsumsi media massa.
Sementara itu Suwarniayati Sartomo berpendapat, remaja sebagai individu dan masa pancaroba mempunyai penilaian yang belum mendalam terhadap norma, etika dan agama seperti halnya orang dewasa. Mereka menganggap tanggung jawab mengenai masalah kenakalan remaja sepenuhnya berada di pihak yang berwajib. Dinamika pemuda tidak lebih dari usaha untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola kelakuan yang sudah tersedia, dan setiap bentuk kelakuab yang menyimpang akan dicap sebagai yang anomalis, yang tak sewajarnya. Pemuda dianggap sebagai obyek dari penerapan pola-pola kehidupan dan bukan sebagai subyek yang mempunyai nilai sendiri.
2.    PEMUDA DAN IDENTITAS
Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani macam harapan terutama dari generasi lainnya. Lebih menarik lagi pada generasi ini mempunyai permasalahan permasalahan yang sangat bervariasi, di mana jika permasalahan ini tidak dapat diatasi seccara proposional maka pemuda akan kehilangan fungsingnya sebagai penerus pembangun. Proses sosialisasi generasi muda adalah suatu proses yang sangat menentukan kemampuan diri pemuda untuk menselaraskan diri ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Oleh karena itu pada tahapan pengembangan dan pembinaan melalui proses kematangan dirinya dan belajar pada berbagai media sosialisasi yang ada di masyarakat.
Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda disusun berlandaskan :
1.Landasan idiil               : Pancasila
2.Landasan konstitusional          : Undang-Undang Dasar 1945
3.Landasan strategis                   : Garis-garis Besar Haluan Negara
4.Landasan historis                    : Sumpah Pemuda Tahun 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
5.Landasan normative                : Etika, tata nilai dan tradisi luhur yang hidup dalam masyarakat.
Atas dasar kenyataan diatas diperlukan penataan kehidupan pemuda karena pemuda perlu memainkan peranan yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Hal tersebut mengingat masa depan adalah kepunyaan generasi muda, namun disadari pula bahwa masa depan tidak berdiri sendiri.ia adalah lanjutan dari masa sekarang dan masa sekarang adalah hasil masa lampau. Apabila pemuda pada masa sekarang terpisah dari persoalan-persoalan masyarakat, maka sulit akan lahir pemimpin masa datang yang dapat memimpin bangsanya sendiri. Sosialisai adalah proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai anggota masyarakat. Proses sosialisai sebenarnya berawal dari dalam keluarga. Bagi anak-anak yang maasih kecil situasi sekeliling adalah keluarga sendiri. Gambaran diri mereka merupakan pantulan perhatian yang diberikan keluarga kepada mereka. Nilai-nilai yang dimiliki oleh individu dan berbagai perab diharapkan dilakukan oleh seseorang semuanya berawal dari dalam lingkungan keluarga sendiri. Melalui proses sosialisasi, individu (pemuda) akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan kebiasaan hidupnya dengan proses sosialisasi, individu menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Proses tersebut seorang individu dari masa anak-anak hingga dewasa belajar pola-pola tindakan dalam interaksi beraneka ragam atau macam peranan social yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari. Sosialisasi dititik bratkan soal individu dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian (self) dan keperibadian sesorang terhadap diri sendiri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya.
Proses sosialisasi ini berarti tidak berhenti sampai pada keluarga, tapi masih ada lembaga lainnya. Cohen (1983) menyatakan bahwa lembaga-lembaga sosialisasi yang terpenting ialah keluarga, sekolah, kelompok sebaya dan media masa. Dengan demikian sosialisasi dapat berlangsung secara formal ataupun informal. Secara formal, proses sosialisasi lebih teratur karena di dalamnya disajikan seperangkat ilmu pengetahuan secara teratur dan sistematis serta dilengkapi oleh perangkat norma yang tegas dan harus dipatuhi oleh individu. Sedangkan informal, proses sosialisasi ini bersifat tidak sengaja, terjadinya ini bila seseorang individu mempelajari pola-pola keterampilan, norma atau perilaku melalui pengamatan informal tehadap interaksi orang lain. Tujuan pokok sosialisasi adalah individu harus dibeli ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat. Individu harys mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya. Factor lingkungan bagi pemuda dalam proses sosialisasi memegang perana penting, karena dalam proses sosialisasi pemuda terus berlanjut dengan segala daya imitasi dan identitasnya. Pengalaman demi pengalaman akan diperoleh pemuda dari lingkungan sekelilinya.
3.       PERGURUAN DAN PENDIDIKAN
Jika pada abad ke 20 ini planet bumi dihuni oleh mayoritas penduduk berusia muda, dengan perkiraan berusia 17 tahunan, tentu akan menimbulkan beberapa pertanyaan. Pada kenyataannya Negara-negara sedang berkembang masih banyak mendapat kesulitan untuk penyelenggaraan pengembangan tenaga usia muda melalui pendidikan. Di Negara-negara maju, salah satu diantaranya adalah amerika Serikat pada umumnya generasi muda mendapat kesempatan luas dalam mengembangkan kemampuan dan potensi idenya. Para mahasiswa sebagai bagian dari generasi muda, didorong, dirangsang, dengan berbagai motivasi dan dipacu untuk maju dalam berlomba menciptakan suatu ide/gagasan yang harus diwujudkan dalam suatu bentuk barang, dengan berorientasi pada teknologi mereka sendiri.
Gagasan dan pola kerja yang hampir serupa telah dikembangkan pula di Negara-negara Asia, misalnya : Jepang, Korea Selatan, Singapura, Taiwan. Teknologi industri itu membawa negara-negara itu tampil dengan lebih menyakinkan sebagai Negara yang berkembang mantap dalam perekonomiannya. Kaum muda memang betul-betul merupakan sumber bagi pengembangan masyarakat dan bangsa oleh karena itu pembinaan dan perhatian khusus harus diberikan bagi kebutuhan dan pengembangan potensi mereka.
Namun demikian tidak dapat disangkal bahwa kualitas sember daya manusia merupakan fakktor yang sangat menentukan dalam proses pembangunan. Hal ini karena manusia bukan semata mata menjadi obyek pembangunan. Disinilah terletak arti penting dari pendidikan sebagai upaya untuk terciptanya kualitas sumber daya manusia, sebagai prasarat utama dalam pembangunan. Indonesia demikian pula menghadapi kenyataan untuk melakukan usaha keras “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tetapi masalah pendidikan bukan saja masalah pendidikan formal, tetapi pendidikan membentuk manusia-manusia membangun. Dan untuk itu diperlukan kebijaksanaan terarah dan terpadu didalam menangani masalah pendidikan ini. Sebagai satu bangsa yang menetapkan pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan Negara Indonesia, maka pendidikan nasional yang dibutuhkan adalah pendidikan dengan dasar dan dengan tujuan pancasila. Dalam implementasinya, satu pendidikan yang akan membina ketahanan hidup bangsa, baik secara fisik maupun secara ideologis dan mental. Untuk itu maka diperlukan adanya perubahan perubahan secara mendasar dan mendalam yang menyangkut persepsi, konsepsi serta norma-norma kependidikan dalam kaitannya dengan cita-cita bermasyarakat pancasila. Bila dibandingkan dengan sector-sektor pembangunan lainnya, sector pendidikan termasuk sector yang cukup pesat kemajuannya, kalau tidak dalam aspek kualitatif, setidaknya dalam aspek kuantitatif, sector tersebut telah mencapai hasil yang dapat dibanggakan.
Walaupun pada saat ini system pendidikan mulai dikelola secara lebih terbuka dan memungkinkan diterapkannya inovasi teknologi serta perkembangan-perkembangan ilmu mutakhir. Dalam arti inilah, maka pembicara tentang generasi muda/pemuda, khususnya berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi menjadi penting karena berbagai alasan. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama di bangku sekolah. Ketiga, mahasiswa yang berasal dari berbagai etnis dan suku bangsa dapat menyatu dalam bentuk terjadinya akulturasi social dan budaya. Keempat, mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise di dalam masyarakat, dengan sendirinya merupakan elite di kalangan generasi muda/pemuda umumnya mempunyai latar belakang social, ekonomi, dan pendidikan lebih baik dari keseluruhan generasi muda lainnya.
Contoh kasus dalam hal pemudan dan sosialisasi:
1.    Penggunaan obat-obatan terlarang oleh pelajar
2.    Tawuran antar pelajar/mahasiswa