TUGAS
ISD : PEMUDA DAN SOSIALISASI
NAMA
: IRESTHIA BALGISTHA
NPM
: 13116575
KELAS
: 1 KA 26
PEMUDA DAN
SOSIALISASI
1.
INTERNALISASI
BELAJAR DAN SPESIALISASI
Masa remaja adalah masa
transisi dan secara psikologis sangat problematis. Masa ini memungkinkan mereka
berada dalam anomi (keadaan tanpa norma atau hokum RED) akibat kontradiksi
norma maupun orientasi mendua. Dalam keadaan demikian, seringkali muncul
perilaku penyimpangan atau cenderung melakukan pelanggaran. Kondisi ini juga
memungkinkan mereka menjadi sasaran pengaruh media massa. Anomi, menurut Enoch
Markum, muncul akibat keanekaragaman dan kekaburan norma. Misalnya norma A yang
ditanamkan dalam keluarga, sangat bertentangan dengan norma B yang ia saksikan
di luar lingkungan keluarga.
Sedangkan orientasi
mendua, menurut Dr. Male, adalah orientasi yang bertumpu pada harapan orang
tua, masyarakat dan bangsa yang sering bertentangan dengan keterikatan serta
loyalitas terhadap peer(teman sebaya), apakah itu di lingkungan belajar
(sekolah) atau luar sekolah. Demikian mereka adalah kelompok potensial yang
mudah dipengaruhi mediamassa, apapun bentuknya. Keadaan bimbang akibat
orientasi mendua, menurut Dr. malo juga menyebabkan remaja nekad melakukan
tindakan bunuh diri. Mengutip hasil penelitian Dr. Prayitno mengenai percobaan
bunuh diri di Jakarta dalam hubungannya dengan diagnosis psikiatris dan factor
social kultural terhadap 1337 kasus percobaan bunuh diri diketahui 5,6 persen
remaja mencoba bunuh diri dalam kurun waktu tersebut, bila di jumlah dengan
kategori 16-20 tahun jumlahnya menjadi 40 persen. Hal ini antara lain akibat
pertentangan nilai antara pergroup dengan pola asuh dan metode pendidikan,
tambah Dr. malo. Untuk mengatasi hal ini Dr. Malo mengemukakan beberapa
alternatif jalan keluar yang diambil harus memperhitungkan peranan peer group.
Sementara Enoch Markum berpendapat, agar orang dewasa tidak selalu menganggap
setiap youth culture adalah counter culture. Remaja harus diberi kesempatan
berkembang dan berargumentasi. “Tidak semua yang termasuk dalam youth culture
jelek”, tambahnya. Enoch Markum juga melihat perbedaan yang berarti, antara
remaja dulu dan sekarang, disebabkan munculnya fungsi-fungsi baru dalam
masyarakat yang dulu tidak ada. Ia hanya menawarkan 2 alternatif pemecah
masalah. Pertama mengaktifkan kembali fungsi keluarga, dan kembali pada
pendidikan agama karena hanya agama yang bias memberikan pegangan yang mantap.
Kedua menegakkan hukum akan berpengaruh besar bagi remaja dalam proses
pengukuhan identitas dirinya.
Dengan demikian, kesan
semakin permisifnya masyarakat juga tercermin pada isi media yang beredar.
Sementara masa remaja yang merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak
menuju dewasa, ditandai beberapa ciri yaitu, pertama keinginan memenuhi dan
menyatakan identitas diri, kedua kemampuan melepas diri dari ketergantungan
orangtua, ketiga kebutuhan memperoleh akseptabilitas ditengah sesama remaja.
Ciri-ciri ini menyebabkan kecenderungan remaja melahap begitu saja arus
informasi serasi dengan selera dan keinginan mereka. Perlunya membekali remaja
dengan keterampilan berinformasi yang mencakup kemampuan menemukan, memilih,
menggunakan dan mengevaluasi informasi. Pemecah lainnya adalah bimbingan
orangtua dalam mengkonsumsi media massa.
Sementara itu
Suwarniayati Sartomo berpendapat, remaja sebagai individu dan masa pancaroba
mempunyai penilaian yang belum mendalam terhadap norma, etika dan agama seperti
halnya orang dewasa. Mereka menganggap tanggung jawab mengenai masalah
kenakalan remaja sepenuhnya berada di pihak yang berwajib. Dinamika pemuda
tidak lebih dari usaha untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola kelakuan yang
sudah tersedia, dan setiap bentuk kelakuab yang menyimpang akan dicap sebagai
yang anomalis, yang tak sewajarnya. Pemuda dianggap sebagai obyek dari
penerapan pola-pola kehidupan dan bukan sebagai subyek yang mempunyai nilai
sendiri.
2.
PEMUDA
DAN IDENTITAS
Pemuda adalah suatu generasi
yang dipundaknya terbebani macam harapan terutama dari generasi lainnya. Lebih menarik
lagi pada generasi ini mempunyai permasalahan permasalahan yang sangat
bervariasi, di mana jika permasalahan ini tidak dapat diatasi seccara
proposional maka pemuda akan kehilangan fungsingnya sebagai penerus pembangun. Proses
sosialisasi generasi muda adalah suatu proses yang sangat menentukan kemampuan
diri pemuda untuk menselaraskan diri ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu pada tahapan pengembangan dan pembinaan melalui proses kematangan
dirinya dan belajar pada berbagai media sosialisasi yang ada di masyarakat.
Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda
disusun berlandaskan :
1.Landasan idiil :
Pancasila
2.Landasan konstitusional : Undang-Undang Dasar 1945
3.Landasan strategis :
Garis-garis Besar Haluan Negara
4.Landasan
historis : Sumpah
Pemuda Tahun 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
5.Landasan
normative : Etika, tata
nilai dan tradisi luhur yang hidup dalam masyarakat.
Atas dasar kenyataan
diatas diperlukan penataan kehidupan pemuda karena pemuda perlu memainkan
peranan yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Hal tersebut mengingat masa
depan adalah kepunyaan generasi muda, namun disadari pula bahwa masa depan
tidak berdiri sendiri.ia adalah lanjutan dari masa sekarang dan masa sekarang
adalah hasil masa lampau. Apabila pemuda pada masa sekarang terpisah dari
persoalan-persoalan masyarakat, maka sulit akan lahir pemimpin masa datang yang
dapat memimpin bangsanya sendiri. Sosialisai adalah proses yang membantu
individu melalui belajar dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir
agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai anggota masyarakat. Proses sosialisai
sebenarnya berawal dari dalam keluarga. Bagi anak-anak yang maasih kecil
situasi sekeliling adalah keluarga sendiri. Gambaran diri mereka merupakan
pantulan perhatian yang diberikan keluarga kepada mereka. Nilai-nilai yang
dimiliki oleh individu dan berbagai perab diharapkan dilakukan oleh seseorang
semuanya berawal dari dalam lingkungan keluarga sendiri. Melalui proses
sosialisasi, individu (pemuda) akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan
kebiasaan hidupnya dengan proses sosialisasi, individu menjadi tahu bagaimana
ia mesti bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Proses
tersebut seorang individu dari masa anak-anak hingga dewasa belajar pola-pola
tindakan dalam interaksi beraneka ragam atau macam peranan social yang mungkin
ada dalam kehidupan sehari-hari. Sosialisasi dititik bratkan soal individu
dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses
sosialisasi melahirkan kedirian (self) dan keperibadian sesorang terhadap diri
sendiri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya.
Proses sosialisasi ini
berarti tidak berhenti sampai pada keluarga, tapi masih ada lembaga lainnya. Cohen
(1983) menyatakan bahwa lembaga-lembaga sosialisasi yang terpenting ialah
keluarga, sekolah, kelompok sebaya dan media masa. Dengan demikian sosialisasi
dapat berlangsung secara formal ataupun informal. Secara formal, proses
sosialisasi lebih teratur karena di dalamnya disajikan seperangkat ilmu pengetahuan
secara teratur dan sistematis serta dilengkapi oleh perangkat norma yang tegas
dan harus dipatuhi oleh individu. Sedangkan informal, proses sosialisasi ini
bersifat tidak sengaja, terjadinya ini bila seseorang individu mempelajari
pola-pola keterampilan, norma atau perilaku melalui pengamatan informal tehadap
interaksi orang lain. Tujuan pokok sosialisasi adalah individu harus dibeli
ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di
masyarakat. Individu harys mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan
kemampuannya. Factor lingkungan bagi pemuda dalam proses sosialisasi memegang
perana penting, karena dalam proses sosialisasi pemuda terus berlanjut dengan
segala daya imitasi dan identitasnya. Pengalaman demi pengalaman akan diperoleh
pemuda dari lingkungan sekelilinya.
3.
PERGURUAN
DAN PENDIDIKAN
Jika pada abad ke 20
ini planet bumi dihuni oleh mayoritas penduduk berusia muda, dengan perkiraan
berusia 17 tahunan, tentu akan menimbulkan beberapa pertanyaan. Pada kenyataannya
Negara-negara sedang berkembang masih banyak mendapat kesulitan untuk
penyelenggaraan pengembangan tenaga usia muda melalui pendidikan. Di Negara-negara
maju, salah satu diantaranya adalah amerika Serikat pada umumnya generasi muda
mendapat kesempatan luas dalam mengembangkan kemampuan dan potensi idenya. Para
mahasiswa sebagai bagian dari generasi muda, didorong, dirangsang, dengan
berbagai motivasi dan dipacu untuk maju dalam berlomba menciptakan suatu
ide/gagasan yang harus diwujudkan dalam suatu bentuk barang, dengan
berorientasi pada teknologi mereka sendiri.
Gagasan dan pola kerja
yang hampir serupa telah dikembangkan pula di Negara-negara Asia, misalnya :
Jepang, Korea Selatan, Singapura, Taiwan. Teknologi industri itu membawa negara-negara
itu tampil dengan lebih menyakinkan sebagai Negara yang berkembang mantap dalam
perekonomiannya. Kaum muda memang betul-betul merupakan sumber bagi
pengembangan masyarakat dan bangsa oleh karena itu pembinaan dan perhatian
khusus harus diberikan bagi kebutuhan dan pengembangan potensi mereka.
Namun demikian tidak
dapat disangkal bahwa kualitas sember daya manusia merupakan fakktor yang
sangat menentukan dalam proses pembangunan. Hal ini karena manusia bukan semata
mata menjadi obyek pembangunan. Disinilah terletak arti penting dari pendidikan
sebagai upaya untuk terciptanya kualitas sumber daya manusia, sebagai prasarat
utama dalam pembangunan. Indonesia demikian pula menghadapi kenyataan untuk
melakukan usaha keras “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tetapi masalah
pendidikan bukan saja masalah pendidikan formal, tetapi pendidikan membentuk
manusia-manusia membangun. Dan untuk itu diperlukan kebijaksanaan terarah dan
terpadu didalam menangani masalah pendidikan ini. Sebagai satu bangsa yang
menetapkan pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan Negara Indonesia, maka
pendidikan nasional yang dibutuhkan adalah pendidikan dengan dasar dan dengan
tujuan pancasila. Dalam implementasinya, satu pendidikan yang akan membina
ketahanan hidup bangsa, baik secara fisik maupun secara ideologis dan mental. Untuk
itu maka diperlukan adanya perubahan perubahan secara mendasar dan mendalam
yang menyangkut persepsi, konsepsi serta norma-norma kependidikan dalam
kaitannya dengan cita-cita bermasyarakat pancasila. Bila dibandingkan dengan sector-sektor
pembangunan lainnya, sector pendidikan termasuk sector yang cukup pesat
kemajuannya, kalau tidak dalam aspek kualitatif, setidaknya dalam aspek kuantitatif,
sector tersebut telah mencapai hasil yang dapat dibanggakan.
Walaupun pada saat ini system
pendidikan mulai dikelola secara lebih terbuka dan memungkinkan diterapkannya
inovasi teknologi serta perkembangan-perkembangan ilmu mutakhir. Dalam arti
inilah, maka pembicara tentang generasi muda/pemuda, khususnya berkesempatan
mengenyam pendidikan tinggi menjadi penting karena berbagai alasan. Pertama,
sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik. Kedua, sebagai
kelompok masyarakat yang paling lama di bangku sekolah. Ketiga, mahasiswa yang
berasal dari berbagai etnis dan suku bangsa dapat menyatu dalam bentuk
terjadinya akulturasi social dan budaya. Keempat, mahasiswa sebagai kelompok
yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan
prestise di dalam masyarakat, dengan sendirinya merupakan elite di kalangan
generasi muda/pemuda umumnya mempunyai latar belakang social, ekonomi, dan
pendidikan lebih baik dari keseluruhan generasi muda lainnya.
Contoh kasus dalam hal
pemudan dan sosialisasi:
1. Penggunaan
obat-obatan terlarang oleh pelajar
2. Tawuran
antar pelajar/mahasiswa